Industri manufaktur Indonesia melemah pada Juni 2025, dipengaruhi berkurangnya permintaan domestik.
Kondisi ini terlihat dari laporan Purchasing Managers Index (PMI) yang dirilis S&P Global Market Intelligence.
(Baca: 10 Sektor Usaha Penopang Utama Ekonomi RI Kuartal I 2025)
S&P Global Market Intelligence menyusun indeks PMI berdasarkan survei terhadap manajer dari ratusan sampel perusahaan manufaktur.
Indikator surveinya meliputi pertumbuhan volume produksi, pesanan ekspor dan domestik, jumlah tenaga kerja, jangka waktu pengiriman pasokan, serta stok bahan yang dibeli setiap perusahaan.
Hasilnya kemudian diolah menjadi skor berskala 0-100. Skor PMI di bawah 50 mencerminkan adanya pelemahan atau kontraksi; skor 50 artinya stabil atau tak ada perubahan; dan skor di atas 50 menunjukkan penguatan atau ekspansi dibanding bulan sebelumnya.
Pada Juni 2025 Indonesia memiliki skor PMI manufaktur 46,9, turun dibanding Mei 2025. Angka ini mencerminkan ada semakin banyak industri manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi.
"Kontraksi sektor manufaktur Indonesia meningkat pada pertengahan 2025, menjadi pertanda buruk untuk beberapa bulan mendatang. Penjualan turun paling tajam sejak Agustus 2021, berkontribusi pada penurunan tingkat produksi," kata S&P Global dalam siaran pers, Selasa (1/7/2025).
"Penurunan penjualan sebagian besar didorong oleh penurunan permintaan domestik, karena penjualan ekspor stabil pada bulan tersebut," lanjutnya.
S&P Global juga menemukan, turunnya permintaan mendorong perusahaan untuk mengurangi tenaga kerja dan pembelian bahan produksi.
"Ke depannya, perusahaan kurang optimistis terhadap prospek produksi. Tingkat kepercayaan diri pelaku bisnis memasuki titik terendah sejak Oktober 2024, dengan sejumlah perusahaan menyuarakan kekhawatiran mengenai kesehatan ekonomi global," kata mereka.
(Baca: Jenis Industri Manufaktur dengan Pekerja Terbanyak di Indonesia 2024)