Produk Kayu, Komoditas Utama Ekspor Furnitur Indonesia Kuartal I 2025

Perdagangan

Premium

Nabilah Muhamad 05/06/2025 19:00 WIB

URL telah disalin

Memuat...

Volume Ekspor Industri Furnitur Indonesia (Kuartal I 2025)

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Anda mengakses konten Single Data Premium.
Untuk meneruskan, silakan berlangganan, atau beli secara satuan.

Professional

Nikmati akses premium dengan harga yang lebih terjangkau.

Mulai dari

~~Rp300.000~~ 150.000/bulan

Akses lebih banyak konten premium dan fitur eksklusif khusus pelanggan.

Mulai dari

~~Rp100.000~~ 50.000/bulan

Hanya Rp416 per artikel

Lebih detail »

Kami menerima pembayaran berikut:

Beberapa metode pembayaran masih dalam proses aktivasi.

Volume Ekspor Industri Furnitur Indonesia (Kuartal I 2025)

Unduh

Sumber

A Font Kecil
A Font Sedang
A Font Besar

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor furnitur Indonesia mencapai 148,45 ribu ton pada kuartal I 2025, dengan nilai total US$619,99 juta.

Jenis furnitur yang paling banyak diekspor Indonesia adalah produk berbahan kayu.

Berikut rincian ekspor furnitur Indonesia berdasarkan jenis bahannya pada kuartal I 2025, diurutkan dari yang volumenya terbesar:

Furnitur dari kayu: 97.087,5 ton (US$407,32 juta)
Furnitur dari logam: 7.275,55 ton (US$59,79 juta)
Furnitur dari plastik: 3.608,78 ton (US$17,41 juta)
Furnitur dari rotan atau bambu: 3.302,19 ton (US$21,22 juta)
Furnitur lainnya: 37.184,68 ton (US$114,25 juta)

Bidik Pasar Non-AS

Adapun mulai tahun ini, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyasar ekspor produk furnitur ke negara-negara selain Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil karena besarnya tarif masuk ke negara tersebut.

"Sekarang kita bidik di luar AS, terutama daerah Timur Tengah. Selama ini kita konsentrasinya ke AS, sampai ekspor kita 53%," kata Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur, dilansir dari Antara, Rabu (21/5/2025).

Sobur mengatakan, produk furnitur yang masuk ke AS saat ini dikenakan tarif dasar 10% (new baseline tariff).

Ia menilai tarif tersebut membuat importir di AS memilih untuk menunda pengiriman barang, sampai mereka mendapat kepastian dari pengenaan tarif yang baru.

(Baca: Industri Padat Karya Sumbang 8% PDB Indonesia pada 2024)

Editor : Adi Ahdiat